Mengenang sejarah masa lalu memang tak akan pernah ada habisnya. Tak terkecuali dunia pendidikan di Indonesia. Mengenang seorang pahlawan besar yang mencerdaskan bangsa ini, ya beliau adalah Ki Hajar Dewantoro dengan sifat khas nya yang keras namun tidak kasar. Beliau adalah pejuang dunia pendidikan Indonesia sekaligus tokoh pertama pejuang pendidikan Indonesia untuk kaum buruh. Dengan tiga semboyannya Ing Ngarso Sung Tulodho (Dari Depan Memberikan Contoh), Ing Madyo Mangun Karso(Dari Tengah Memberikan Semangat), Tut Wuri Handayani(Dari Belakang Memberikan Dorongan) yang mana beliau mengatakan tiga semboyan itulah yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin.
Berpaling ke dunia masa kini, tiga semboyan tersebut masih menjadi landasan pendidikan di Indonesia utamanya Tut Wuri Handayani yang artinya dari belakang memeberikan dorongan. Dunia pendidikan juga tak akan lepas dari apa yang disebut sebagai Guru. Dari fikiran, tenaga, dan kesabaran beliaulah kita para penerusnya mampu seperti ini. Dari belakang memberikan dorongan, seorang guru akan memacu anak didiknya menjadi yang terbaik yang siap membanggakan bangsanaya. Tapi, apakah hanya sebatas memberikan dorongan dari belakang saja?
Berpaling lagi dengan apa yang pernah penulis jalani semasa mengenyam pendidikan menengah atas. Ternyata tak cukup bagi seorang guru dengan hanya memeberikan dorongan dari belakang. Nyatanya sebuah dorongan hanya akan memberikan gambaran suram bagi anak didiknya. Betapa tidak, guru hanya akan memberikan pengarahan, tanpa ada pandangan yang jelas tentang apa yang ada didepan nanti. Sungguh, dunia pendidikan kita, penulis katakan masih harus dibenahi sesuai dengan kondisi global yang memberikan siklus persaingan yang super ketat.
Membicarakan beberapa hal diatas, masih terngiang jelas ditelinga penulis oleh sosok teladan bagi penulis semasa menjalani pendidikan menengah atas di sebuah sekolah menengah kejuruan. Seorang guru yang begitu mengerti akan kondisi siswanya, sabar, dan tentunya begitu cerdas. Semua anak didiknya dibuat tercengang dengan cara beliau mengajar. Dengan gaya santai, tanpa rasa tegang suasana kelas serasa seperti sebuah pematang sawah yang hijau dan sejuk oleh hembusan angin. Beliau mengajar matematika, sebuah mata pelajaran yang saya anggap paling membosankan seelah mata pelajaran bahasa inggris. Tapi pandangan langsung berubah ketika Bu Novi, begitu kami biasa menyapanya, mengajar di kelas penulis.
Berpaling ke dunia masa kini, tiga semboyan tersebut masih menjadi landasan pendidikan di Indonesia utamanya Tut Wuri Handayani yang artinya dari belakang memeberikan dorongan. Dunia pendidikan juga tak akan lepas dari apa yang disebut sebagai Guru. Dari fikiran, tenaga, dan kesabaran beliaulah kita para penerusnya mampu seperti ini. Dari belakang memberikan dorongan, seorang guru akan memacu anak didiknya menjadi yang terbaik yang siap membanggakan bangsanaya. Tapi, apakah hanya sebatas memberikan dorongan dari belakang saja?
Berpaling lagi dengan apa yang pernah penulis jalani semasa mengenyam pendidikan menengah atas. Ternyata tak cukup bagi seorang guru dengan hanya memeberikan dorongan dari belakang. Nyatanya sebuah dorongan hanya akan memberikan gambaran suram bagi anak didiknya. Betapa tidak, guru hanya akan memberikan pengarahan, tanpa ada pandangan yang jelas tentang apa yang ada didepan nanti. Sungguh, dunia pendidikan kita, penulis katakan masih harus dibenahi sesuai dengan kondisi global yang memberikan siklus persaingan yang super ketat.
Membicarakan beberapa hal diatas, masih terngiang jelas ditelinga penulis oleh sosok teladan bagi penulis semasa menjalani pendidikan menengah atas di sebuah sekolah menengah kejuruan. Seorang guru yang begitu mengerti akan kondisi siswanya, sabar, dan tentunya begitu cerdas. Semua anak didiknya dibuat tercengang dengan cara beliau mengajar. Dengan gaya santai, tanpa rasa tegang suasana kelas serasa seperti sebuah pematang sawah yang hijau dan sejuk oleh hembusan angin. Beliau mengajar matematika, sebuah mata pelajaran yang saya anggap paling membosankan seelah mata pelajaran bahasa inggris. Tapi pandangan langsung berubah ketika Bu Novi, begitu kami biasa menyapanya, mengajar di kelas penulis.
Satu hal yang membuat penulis selalu terkenang dengan beliau. Tiga seboyan yang menurut penulis selalu diamalkannya. Beliau selalu menjejali pikiran kami dengan kesiapan untuk menghadapi masa depan yang kejam ini. memberikan contoh yang baik, memberikan nasihat yang begitu bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan kami. Memeberikan kami semangat meskipun kami terlalu sering memberikan kenangan yang mungkin menyakitkan beliau. Tapi, beliau tetap saja memeberikan yang terbaik untuk kami.
Anak-anak tetaplah anak-anak, meskipun mendapat nasihat yang begitu bermakna tapi kami hanya menganggapnya hanyalah angin lalu saja. Tapi semua itu kini hanya menjadi sebuah kata sesal, kata yang selalu datangnya di belakang. Kata-kata indah tersebut kini sedikit demi sedikit kembali muncul, mengenang kata-kata indah yang mampu membangkitkan semangat kami.
Tak banyak yang penulis temui sosok seorang Guru yang begitu bersahaja dan mampu mengamalkan tiga semboyan dari mendiang Ki Hajar Dewantoro Tersebut. Susah senang, sejatinya seorang Guru haruslah selalau mampu memberikan contoh yang baik bagi anak didiknya, memberikan semangat ketika berjuang, dan memberikan dorongan ketika merasa tak mampu. Diperlukan suatu figur pendidikan Indonesia yang seperti ini untuk mencapai Indonesia yang maju yang mampu mandiri dan terlepas dari semua ketergantungan yang ada.
No comments:
Post a Comment