Tidak bisa dipungkiri lagi peningkatan kerjasama antar negara ASEAN sangat diperlukukan mengingat pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini terus mengalami penurunan. Salah satunya adalah kerjasama bilateral yang meningkat menjadi kerjasama multirateral, yaitu ASEAN Open Sky. Konsep kerjasa sama dalam bidang aviasi yang digagas oleh Singapura ini sesungguhnya telah berlangsung sejak lama. Sejak penandatanganan oleh menteri transportasi ASEAN di manila sekitar tahun 2007, program ini rencananya akan mulai dilakukan tahun 2010. Karena ada kendala terkait insfrastruktur dan Indonesia masuk dalam daftar negara minus X, maka program ini mundur dari rencana awal menjadi 2015. Konsep kerjasama ini adalah ditiadakannya pembatasan kuota dan rute penerbangan. Sehingga maskapai di kawasan negara ASEAN bebas memilih rute di negara-negara tujuan sesuai dengan bandara Internasional yang ada. Kuota penganggkutan penumpang negara tersebut pun tidak dibatasi.
Jika dilihat dari segi politik, dugaan bawasanya program ini membawa bendera politik bisa dikatakan benar. Tentu sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia, peningkatan kinerja serta citra dari pemimpin bangsa selalu saja terlihat lebih aktif pada masa akhir kepemimpinan. Ini bisa dikaitkan dengan masa bakti presiden Indonesia yang sebentar lagi akan segera selesai. Jika dipandang dari segi ekonomi, ditiadakannya pembatasan rute dan kuota penumpang akan membawa dampak semakin meningkatnya volume penerbangan. Jika kita berbicara mengenai ekonomi pasti ada hubungannya dengan tenaga kerja, sudah jelas pengangguran akan semakin menurun. Persaingan di dunia bisnis penerbangan juga akan semakin ketat. Hal ini akan memacu masing-masing maskapai untuk meningkatkan kinerja sekaligus armadanya. Jika mereka tidak ingin kehilangan pangsa pasar ASEAN, maka mau tidak mau mereka harus mengikuti tren yang ada. Jika dilihat dari sisi keamanan, mungkin saja pihak imigrasi harus bekerja ekstra dan lebih berhati-hati. Penyelundupan barang-barang ilegal mudah saja terjadi dan bukan hal mustahil jika Indonesia menjadi tujuan utama penyelundupan barang-brang tersebut. Kekutan militer Indonesia jika dilihat dari segi alat pertahanan masih belum cukup melindungi area udara Indonesia. Menjadi sesuatu yang krusial jika Indonesia maju menjadi bagian dari ASEAN open sky.
Sebagai negara open economic, open sky seperti menjadi hal yang wajib. Dampak dari Open Sky yang patut mendapat sorotan adalah Singapura. Negara paling maju di ASEAN ini telah lebih dulu melakukan perjanjian open sky, utamanya Uni Eropa dan Amerika. Yang perlu diwaspadai adalah konspirasi di balik meja dari ketiga negara tersebut dan perannya di ASEAN. Melalui singapura, bisa saja AS atau Eropa melakukan konspirasi terselubung untuk menguasai wilayah ASEAN dan ini juga akan mengancam Indonesia. Apalagi isu lepasnya papua dari Indonesia menajadi incaran AS dan Eropa sudah banyak dibicarakan.
Melihat fakta-fakta diatas, sepertinya kurang etis menyetujui sesuatu yang belum jelas arah dan dan dampak jangka panjangnya, serta resiko yang dimiliki dari perjanjian tersebut. Apalagi kurangnya sosialisasi dari kebijakan Open Sky ini masih kurang. Mungkin orang awan akan setuju jika pembahasan yang disampaikan hanya sebatas keuntungan di bidang ekonomi. Lalu, bagaimana pendapat mereka jika semua tabir kerusakan dari kebijakan ASEAN open sky di buka di mata mereka? Masihkah Mereka Setuju?
Jika dilihat dari segi politik, dugaan bawasanya program ini membawa bendera politik bisa dikatakan benar. Tentu sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia, peningkatan kinerja serta citra dari pemimpin bangsa selalu saja terlihat lebih aktif pada masa akhir kepemimpinan. Ini bisa dikaitkan dengan masa bakti presiden Indonesia yang sebentar lagi akan segera selesai. Jika dipandang dari segi ekonomi, ditiadakannya pembatasan rute dan kuota penumpang akan membawa dampak semakin meningkatnya volume penerbangan. Jika kita berbicara mengenai ekonomi pasti ada hubungannya dengan tenaga kerja, sudah jelas pengangguran akan semakin menurun. Persaingan di dunia bisnis penerbangan juga akan semakin ketat. Hal ini akan memacu masing-masing maskapai untuk meningkatkan kinerja sekaligus armadanya. Jika mereka tidak ingin kehilangan pangsa pasar ASEAN, maka mau tidak mau mereka harus mengikuti tren yang ada. Jika dilihat dari sisi keamanan, mungkin saja pihak imigrasi harus bekerja ekstra dan lebih berhati-hati. Penyelundupan barang-barang ilegal mudah saja terjadi dan bukan hal mustahil jika Indonesia menjadi tujuan utama penyelundupan barang-brang tersebut. Kekutan militer Indonesia jika dilihat dari segi alat pertahanan masih belum cukup melindungi area udara Indonesia. Menjadi sesuatu yang krusial jika Indonesia maju menjadi bagian dari ASEAN open sky.
Sebagai negara open economic, open sky seperti menjadi hal yang wajib. Dampak dari Open Sky yang patut mendapat sorotan adalah Singapura. Negara paling maju di ASEAN ini telah lebih dulu melakukan perjanjian open sky, utamanya Uni Eropa dan Amerika. Yang perlu diwaspadai adalah konspirasi di balik meja dari ketiga negara tersebut dan perannya di ASEAN. Melalui singapura, bisa saja AS atau Eropa melakukan konspirasi terselubung untuk menguasai wilayah ASEAN dan ini juga akan mengancam Indonesia. Apalagi isu lepasnya papua dari Indonesia menajadi incaran AS dan Eropa sudah banyak dibicarakan.
Melihat fakta-fakta diatas, sepertinya kurang etis menyetujui sesuatu yang belum jelas arah dan dan dampak jangka panjangnya, serta resiko yang dimiliki dari perjanjian tersebut. Apalagi kurangnya sosialisasi dari kebijakan Open Sky ini masih kurang. Mungkin orang awan akan setuju jika pembahasan yang disampaikan hanya sebatas keuntungan di bidang ekonomi. Lalu, bagaimana pendapat mereka jika semua tabir kerusakan dari kebijakan ASEAN open sky di buka di mata mereka? Masihkah Mereka Setuju?
No comments:
Post a Comment