Ekonomi dunia kali ini dihadapkan dengan tren bearish dan bullish yang terus bergerak aktif. Dalam rilis terbarunya mengenai pertumbuhan ekonomi dunia, World Bank memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan. Tak terkecuali Indonesia juga merasakan hal yang sama. Prediksi bank dunia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berhenti pada level 6,1%. Prediksi ini sedikit berbeda dengan prediksi pemerintah yaitu 6,2%. Dalam dilema ekonomi seperti ini, persiapan menghadapi krisis yang dibawa dari daratan Eropa menjadi sorotan utama pemerintahan. Bahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, pemerintah telah mempersiapkan dana siaga sebesar $5 miliar sebagai antisipasi atas imbas krisis dari Eropa. Bukan itu saja, samurai bond pun juga sudah siap menjadi dana siaga bagi pemerintah. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang krusial. Mengingat sebentar lagi Indonesia akan menghadapi ASEAN community 2015. Berbagai program yang telah direncanakan terancam terhambat perkembangannya. Sebut saja program ASEAN Open Sky. Program yang telah lama direncanakan mengalami perlambatan dalam pengaplikasiannya. Apalagi Indonesia masih berada pada posisi ASEAN –x (ASEAN minus x) dimana istilah ini menunjukkan Indonesia belum siap dalam menghadapi Open Sky jika dilihat dari segi insfrastruktur. Disisi lain, potensi penurunan economic growth ini membawa dampak langsung pada ekspor-impor Indonesia. Sasaran pasar ekspor tradisional seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika serikat dan pasar ASEAN seperti Singapura dan Malaysia dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update yang dirilis oleh bank dunia menunjukkan adanya kontraksi pada pasar ekspor Indonesia. Penurunan ekspor terjadi sebagai dampak dari ekspansi ekonomi negeri tirai bambu. Kondisi ini semakin diperparah dengan semakin derasnya arus impor Indonesia. Baik itu dari kawasan ASEAN maupun Asia. Yang paling menonjol dari sekian produk impor yang masuk ke Indonesia adalah pada sektor agrikultur. Indonesia seakan-akan dihujani dengan produk-produk agrikultur yang notabene merupakan produk-produk pangan, sebut saja jagung, beras, kedelai, dsb. Padahal pada beberapa produk pertanian sudah mampu mencapai titik surplus, dan ini bisa menjadi peluang untuk membuka pasar ekspor bagi Indonesia. Jika hal-hal yang demikian dibiarkan maka bisa diprediksi sektor pertanian akan ambruk. Padahal sektor pertanian merupakan penopang pembangunan Indonesia mengingat ekonomi Indonesia yang sangat sensitif terhadap fluktuasi harga bahan pangan. Pemikiran paling sempit adalah seandainya impor produk agrikultur terus-menerus tanpa mengurangi kuotanya maka sama saja menghancurkan sektor agrikultur dalam negeri. Jika itu terjadi, maka pengangguran di Indonesia akan meningkat. Faktanya penyerap tenaga kerja terbesar adalah sektor pertanian yaitu sekitar 42,47 juta orang per juli 2011. yang lebih menimbulkan suatu kebingungan adalah dana untuk pengembangan sektor pertanian khusunya beras, dana yang dikucurkan untuk pengembangan untuk produk ini sebesar..... belum mampu secara optimal meningkatkan produksi sektor pertanian utamanya tanaman pangan. Jadi ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi disini terkait peningkatan produksi sektor pertanian sekaligus usaha peningkatan ekspor produk agrikultur sebagai upaya peningkatan persaingan pasar ASEAN dan benteng bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Image : jpmi.or.id
Image : jpmi.or.id